Kata ikebana merupakan
gabungan dari kata ‘ike’ yang berari ‘hidup’ atau ‘tumbuh’ dan kata ‘hana/
bana’ yang berarti ‘bunga’. Jadi, secara etimologi ikebana berarti
‘bunga hidup’. Secara populer, ikebana diterjemahkan sebagai ‘seni
merangkai bunga’.
Ikébana (生花) adalah seni
merangkai bunga yang memanfaatkan berbagai jenis bunga, rumput-rumputan
dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati keindahannya. Ikebana berasal dari Jepang tapi
telah meluas ke seluruh dunia. Dalam bahasa Jepang, Ikebana juga dikenal dengan istilah kadō (華道, ka, bunga; do, jalan kehidupan) yang lebih menekankan
pada aspek seni untuk mencapai kesempurnaan dalam merangkai bunga.
Asal-usul
Asal-usul Ikebana (いけばな) adalah
tradisi mempersembahkan bunga di kuil Buddha di
Jepang. Ikebana berkembang bersamaan dengan perkembangan agama Buddha di Jepang
di abad ke-6.
Ada penelitian yang mengatakan Ikebana berasal dari
tradisi animisme orang zaman kuno yang menyusun kembali tanaman yang
sudah dipetik dari alam sesuai dengan keinginannya. Di zaman kuno, manusia
merasakan keanehan yang terdapat pada tanaman dan
mengganggapnya sebagai suatu misteri. Berbeda dengan binatang yang langsung
mati setelah diburu, bunga atau bagian tanaman yang sudah dipetik dari alam
bila diperlakukan dengan benar tetap mempertahankan kesegaran sama seperti
sewaktu masih berada di alam. Manusia yang senang melihat "keanehan"
yang terjadi kemudian memasukkan bunga atau bagian tanaman yang sudah dipotong
ke dalam vas bunga. Manusia zaman kuno
lalu merasa puas karena menganggap dirinya sudah berhasil mengendalikan
peristiwa alam yang sebelumnya tidak bisa dikendalikan oleh manusia.
Ketakjuban manusia terhadap tumbuhan yang dianggap
mempunyai kekuatan aneh juga berkaitan dengan pemujaan tanaman yang selalu
berdaun hijau sepanjang tahun (evergreen). Manusia zaman dulu yang
tinggal di negeri empat musim percaya bahwa kekuatan misterius para dewa
menyebabkan tanaman selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan tidak merontokkan
daunnya di musim dingin.
Sejarah seni merangkai bunga
Menurut literatur klasik seperti Makura no sōshi
yang bercerita tentang adat istiadat Jepang, tradisi mengagumi bunga dengan
cara memotong tangkai dari sekuntum bunga sudah dimulai sejak zaman Heian. Pada mulanya, bunga diletakkan di dalam wadah yang
sudah ada sebelumnya dan kemudian baru dibuatkan wadah khusus untuk vas bunga.
Ikebana dalam bentuk seperti sekarang ini baru dimulai
para biksu di kuil Chōhōji Kyoto pada
pertengahan zaman Muromachi. Para biksu kuil Chōhōji secara turun temurun tinggal di kamar (bō)
di pinggir kolam (ike), sehingga aliran baru Ikebana yang dimulainya
disebut aliran Ikenobō.
Di pertengahan zaman Edo,
berbagai kepala aliran (Iemoto) dan guru besar kepala
(Sōke) menciptakan seni merangkai bunga gaya Tachibana atau Rikka yang
menjadi mapan pada masa itu.
Di pertengahan zaman Edo hingga akhir zaman Edo, Ikebana
yang dulunya hanya bisa dinikmati kalangan bangsawan atau kaum samurai
secara berangsur-angsur mulai disenangi rakyat kecil. Pada zaman itu, Ikebana
gaya Shōka (seika) menjadi populer di kalangan rakyat.
Aliran Mishōryū, aliran Koryū, aliran Enshūryū dan aliran
Senkeiryū melahirkan banyak guru besar dan ahli Ikebana yang memiliki teknik
tingkat tinggi yang kemudian memisahkan diri membentuk banyak aliran yang lain.
Ikebana mulai diperkenalkan ke Eropa pada
akhir zaman Edo hingga masa awal era Meiji
ketika minat orang Eropa terhadap kebudayaan Jepang sedang mencapai puncaknya.
Ikebana dianggap memengaruhi seni merangkai bunga Eropa yang mencontoh Ikebana
dalam line arrangement.
Sejak zaman Edo lahir banyak sekali aliran yang merupakan
pecahan dari aliran Ikenobō. Pada bulan Maret 2005
tercatat 392 aliran Ikebana yang masuk ke dalam daftar Asosiasi Seni Ikebana
Jepang.
Gaya Rangkaian dalam Ikebana
Rikka (Standing Flower)adalah ikebana gaya tradisional yang
banyak dipergunakan untuk perayaan keagamaan. Gaya ini menampilkan keindahan
landscape tanaman. Gaya ini berkembang sekitar awal abad 16. Ada 7 keutamaan
dalam rangkaian gaya Rikka, yaitu : shin, shin-kakushi, soe, soe-uke,
mikoshi, nagashi dan maeoki
Shoka adalah rangkaian ikebana yang tidak terlalu formal tapi
masih tradisional. Gaya ini difokuskan pada bentuk asli tumbuhan. Ada 3 unsur
utama dalam gaya Shoka yaitu : shin, soe, dan tai. Sesuai dengan
perkembangan zaman, sesudah Restorasi Meiji 1868, gaya ini lebih berkembang karena adanya pengaruh
Eropa Nageire arti bebasnya
“dimasukan” (rangkaian dengan vas tinggi dengan rangkaian hampir bebas)dan Moribana. rangkaian menggunakan wadah rendah dan mulut lebar). Lalu
pada tahun 1977 lahir gaya baru yaitu Shoka Shimputai, yang lebih modern,
terdiri dari 2 unsur utama yaitu shu dan yo, dan unsur pelengkapnya, ashirai.
Jiyuka adalah rangkaian
Ikebana bersifat bebas dimana rangkaiannya berdasarkan kreativitas serta
imaginasi. Gaya ini berkembang setelah perang dunia ke-2. Dalam rangkaian ini
kita dapat mempergunakan kawat,logam dan batu secara menonjol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar