Senin, 21 Oktober 2013

Cerita rakyat dari sumatra selatan-lampung



Asal Mula Nama Palembang
Pada zaman dahulu, daerah Sumatra Selatan dan sebagian Provinsi Jambi berupa hutan belantara yang unik dan indah. Puluhan sungai besar dan kecil yang berasal dari Bukit Barisan, pegunungan sekitar Gunung Dempo, dan Danau Ranau mengalir di wilayah itu. Maka, wilayah itu dikenal dengan nama Ba*tanghari Sembilan. Sungai besar yang mengalir di wilayah itu di antaranya Sungai Komering, Sungai Lematang, Sungai Ogan, Sungai Rawas, dan beberapa sungai yang bermuara di Sungai Musi. Ada dua Sungai Musi yang bermuara di laut di daerah yang berdekatan, yaitu Sungai Musi yang melalui Palembang dan Sungai Musi Banyuasin agak di sebelah utara.
Karena banyak sungai besar, dataran rendah yang melingkar dari daerah Jambi, Sumatra Selatan, sampai Provinsi Lampung merupakan daerah yang banyak mempunyai danau kecil. Asal mula danau-danau kecil itu adalah rawa yang digenangi air laut saat pasang. Sedangkan kota Palembang yang dikenal sekarang menurut sejarah adalah sebuah pulau di Sungai Melayu. Pulau kecil itu berupa bukit yang diberi nama Bukit Seguntang Mahameru.
Keunikan tempat itu selain hutan rimbanya yang lebat dan banyaknya danau-danau kecil, dan aneka bunga yang tumbuh subur, sepanjang wilayah itu dihuni oleh seorang dewi bersama dayang-dayangnya. Dewi itu disebut Putri Kahyangan. Sebenarnya, dia bernama Putri Ayu Sundari. Dewi dan dayang-dayangnya itu mendiami hutan rimba raya, lereng, dan puncak Bukit Barisan serta kepulauan yang sekarang dikenal dengan Malaysia. Mereka gemar datang ke daerah Batanghari Sembilan untuk bercengkerama dan mandi di danau, sungai yang jernih, atau pantai yang luas, landai, dan panjang.
Karena banyaknya sungai yang bermuara ke laut, maka pada zaman itu para pelayar mudah masuk melalui sungai-sungai itu sampai ke dalam, bahkan sampai ke kaki pegunungan, yang ternyata daerah itu subur dan makmur. Maka terjadilah komunikasi antara para pedagang termasuk pedagang dari Cina dengan penduduk setempat. Daerah itu menjadi ramai oleh perdagangan antara penduduk setempat dengan pedagang. Akibatnya, dewi-dewi dari kahyangan merasa terganggu dan mencari tempat lain.
Sementara itu, orang-orang banyak datang di sekitar Sungai Musi untuk membuat rumah di sana. Karena Sumatra Selatan merupakan dataran rendah yang berawa, maka penduduknya membuat rumah yang disebut dengan rakit.
Saat itu Bukit Seguntang Mahameru menjadi pusat perhatian manusia karena tanahnya yang subur dan aneka bunga tubuh di daerah itu. Sungai Melayu tempat Bukit Seguntang Mahameru berada juga menjadi terkenal.
Oleh karena itu, orang yang telah bermukim di Sungai Melayu, terutama penduduk kota Palembang, sekarang menamakan diri sebagai penduduk Sungai Melayu, yang kemudian berubah menjadi penduduk Melayu.
Menurut bahasa Melayu tua, kata lembang berarti dataran rendah yang banyak digenangi air, kadang tenggelam kadang kering. Jadi, penduduk dataran tinggi yang hendak ke Palembang sering mengatakan akan ke Lembang. Begitu juga para pendatang yang masuk ke Sungai Musi mengatakan akan ke Lembang.
Alkisah ketika Putri Ayu Sundari dan pengiringnya masih berada di Bukit Seguntang Mahameru, ada sebuah kapal yang mengalami kecelakaan di pantai Sumatra Selatan. Tiga orang kakak beradik itu adalah putra raja Iskandar Zulkarnain. Mereka selamat dari kecelakaan dan terdampar di Bukit Seguntang Mahameru.
Mereka disambut Putri Ayu Sundari. Putra tertua Raja Iskandar Zulkarnain, Sang Sapurba kemudian menikah dengan Putri Ayu Sundari dan kedua saudaranya menikah dengan keluarga putri itu.
Karena Bukit Seguntang Mahameru berdiam di Sungai Melayu, maka Sang Sapurba dan istrinya mengaku sebagai orang Melayu. Anak cucu mereka kemudian berkembang dan ikut kegiatan di daerah Lembang. Nama Lembang semakin terkenal. Kemudian ketika orang hendak ke Lembang selalu mengatakan akan ke Palembang. Kata pa dalam bahasa Melayu tua menunjukkan daerah atau lokasi. Pertumbuhan ekonomi semakin ramai. Sungai Musi dan Sungai Musi Banyuasin menjadi jalur perdagangan kuat terkenal sampai ke negara lain. Nama Lembang pun berubah menjadi Palembang.
Putri Bongsu Alang
Di daerah Sumatera Selatan tepatnya di tepi Sungai Bilah hiduplah seorang putri yang cantik bernama Bongsu Alang. Kecantikan putri Bongsu Alang semakin bersinar dengan kepribadiannya yang mulia sehingga semua orang menyayanginya. Kecantikan putri ini tersiar hingga ke mana-mana dan sampai ke telinga Raja Nulong. Kemudian raja Nulong mengutus seorang patih untuk datang menemui Putri Bongsu Alang. Kedatangan patih bermaksud untuk menyampaikan pesan Raja Nulong yang ingin mengambilnya sebagai permaisuri.
Putri Bongsu Alang mengajukan sebuah syarat yaitu Raja Nulong harus dapat memetik tujuh buah jeruk purut dan dipetik dengan menggunakan kaki. meskipun sulit namun Raja Nulong sudah bertekad untuk menjadikan Putri Bongsu Alang sebagai istrinya. Setelah beberapa hari akhirnya Raja Nulong berhasil memetik tujuh buah jeruk purut dengan menggunakan kaki. jeruk purut itu lalu diletakkan di dalam ruas bambu dan diberikan kepada Putri Bongsu Alang. Sang putri merasa senang dan menerima pinangan raja Nulong. Akhirnya pernikahan pun dilangsungkan dan putri Bongsu Alang diboyong ke istana untuk menjadi permaisuri.
Walaupun telah tinggal di istana namun permaisuri tidak menjadi sombong, dia malah sangat berbaik hati kepada semua rakyat. Kecerdasannya dalam menyelesaikan masalah istana dan masyarakat membuat rakyat mencintai Permaisuri Bongsu Alang. Rakyat hidup dengan makmur dan sejahtera. Di dalam istana Permaisuri memiliki seorang dayang yang di percaya mengurusi semua keperluannya nama dayang tersebut adalah Jebak Jabir. Dayang ini merasa iri kepada Permaisuri dan bermaksud ingin mencelakakannya.
Pada suatu hari Permaisuri Bongsu Alang mengajak Dayang Jebak Jabir untuk mandi di sungai. Kesempatan ini tidak di sia-siakan oleh Jebak Jabir. Ketika sedang asyik bermain air, Jebak Jabir mengajak Permaisuri Bongsu Alang untuk mandi di tempat yang lebih dalam. Jebak Jabir berjanji akan menjaga permaisuri. Tanpa berprasangka apa-apa permaisuri pun mandi ke tempat yang lebih dalam, ketika itulah Jebak Jabir mendorong permaisuri hingga tenggelam. Permaisuri yang tidak bisa berenang merasa ketakutan dan akhirnya tenggelam. Jebak Jabir lalu memakai pakaian permaisuri dan pulang ke istana dan berpura-pura menjadi permaisuri Bongsu Alang.
Perawakan Jebak Jabir memang sangat mirip dengan Permaisuri, wajah dan bentuk tubuhnya sangat mirip seperti kembar adanya. Hanya saja Jebak Jabir memiliki kulit yang lebih hitam dari Permaisuri. Hal ini tidak menimbulkan kecurigaan Raja Nulong. Ketika Jebak Jabir pulang ke istana dia berpura-pura menangis dan mengatakan kalau Jebak Jabir tenggelam di sungai. Raja Nulong yang tidak mengetahui hal ini berusaha menghibur permaisuri palsu. Lalu tinggallah Jebak Jabir di istana sebagai permaisuri dan tidak ada yang curiga terhadapnya.
Hingga pada suatu hari Raja Nulong berjalan-jalan di tepi sungai, ketika itu Raja Nulong menemukan bambu yang berisi jeruk purut pemberiannya kepada Permaisuri Bongsu Alang ketika ingin meminangnya dahulu. Raja Nulong merasa sedih karena menganggap bahwa permaisuri telah melupakan pemberian itu. Pada ketika itulah terdengar angin berbisik dan membunyikan suara seorang wanita. Suara tersebut memberitahu kepada Raja Nulong bahwa Jebak Jabir adalah permaisuri palsu. Suara itu tidak lain adalah suara Permaisuri Bongsu Alang yang telah berubah menjadi sebatang pohon rindang di tepi sungai.
Mendengar bisikan angin tersebut Raja Nulong sadar kalau dia telah ditipu. Kemudian raja Nulong segera pulang ke istana dan menemui Jebak Jabir. Mengetahui kalau penyamarannya telah di ketahui raja, Jebak Jabir menggigil ketakutan dan menceritakan kejadian sebenarnya. Mendengar cerita itu raja Nulong marah dan memerintahkan bawahannya untuk menangkap Jebak Jabir dan memberi hukuman setimpal atas kesalahannya.
Seluruh rakyat yang mendengar cerita itu menjadi sedih, mereka berdoa agar permaisuri bisa kembali menjadi manusia. Karena permaisuri memiliki hati yang mulia maka ia pun berubah menjadi manusia dan kembali ke istana. Permaisuri hidup bahagia bersama raja Nulong. Pohon tempat Permaisuri di namai pohon Kayu Si Alang. Lama-kelamaan menjadi kayu Tualang dan desa itu kini bernama desa Tualang.

Legenda Si Pahit Lidah, Palembang sumatera Selatan

Tersebutlah kisah seorang pangeran dari daerah Sumidang bernama Serunting. Anak keturunan raksasa bernama Putri Tenggang ini, dikhabarkan berseteru dengan iparnya yang bernama Aria Tebing. Sebab permusuhan ini adalah rasa iri-hati Serunting terhadap Aria Tebing.
Dikisahkan, mereka memiliki ladang padi bersebelahan yang dipisahkan oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu tumbuhlah cendawan. Cendawan yang menghadap kearah ladang Aria tebing tumbuh menjadi logam emas. Sedangkan jamur yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak berguna.
Perseteruan itu, pada suatu hari telah berubah menjadi perkelahian. Menyadari bahwa Serunting lebih sakti, Arya Tebing menghentikan perkelahian tersebut. Ia berusaha mencari jalan lain untuk mengalahkan lawannya. Ia membujuk kakaknya (isteri dari Serunting) untuk memberitahukannya rahasia kesaktian Serunting.
Menurut kakaknya Aria Tebing, kesaktian dari Serunting berada pada tumbuhan ilalang yang bergetar (meskipun tidak ditiup angin). Bermodalkan informasi itu, Aria Tebing kembali menantang Serunting untuk berkelahi.
Dengan sengaja ia menancapkan tombaknya pada ilalang yang bergetar itu. Serunting terjatuh, dan terluka parah. Merasa dikhianati isterinya, ia pergi mengembara.
Serunting pergi bertapa ke Gunung Siguntang. Oleh Hyang Mahameru, ia dijanjikan kekuatan gaib. Syaratnya adalah ia harus bertapa di bawah pohon bambu hingga seluruh tubuhnya ditutupi oleh daun bambu. Setelah hampir dua tahun bersemedi, daun-daun itu sudah menutupi seluruh tubuhnya. Seperti yang dijanjikan, ia akhirnya menerima kekuatan gaib. Kesaktian itu adalah bahwa kalimat atau perkataan apapun yang keluar dari mulutnya akan berubah menjadi kutukan. Karena itu ia diberi julukan si Pahit Lidah.
Ia berniat untuk kembali ke asalnya, daerah Sumidang. Dalam perjalanan pulang tersebut ia menguji kesaktiannya. Ditepian Danau Ranau, dijumpainya terhampar pohon-pohon tebu yang sudah menguning. Si Pahit Lidah pun berkata, “jadilah batu.” Maka benarlah, tanaman itu berubah menjadi batu. Seterusnya, ia pun mengutuk setiap orang yang dijumpainya di tepian Sungai Jambi untuk menjadi batu.
Namun, ia pun punya maksud baik. Dikhabarkan, ia mengubah Bukit Serut yang gundul menjadi hutan kayu. Di Karang Agung, dikisahkan ia memenuhi keinginan pasangan tua yang sudah ompong untuk mempunyai anak.
Bukti Batu Gajah Di Pasemah akibat “Kutukan” Si Pahit Lidah
Nurhadi Rangkuti meraba-raba batu gajah sambil menjelaskan torehan gelang kaki pada wujud tokoh manusia yang memegang gajah, yang merupakan benda koleksi Museum Balaputradewa di Palembang.
Si Pahit Lidah sungguh sakti kata-katanya. Setiap serapah sumpah yang keluar dari mulutnya yang berlidah pahit kontan akan membuat benda yang dikutuk menjadi batu. Begitu kira-kira dongeng lisan masyarakat Pasemah di kawasan Lahat dan Pagar Alam di Sumatera Selatan.

Kesaktian tokoh suci folklorik itu menjadi salah satu hiasan info populer perihal banyaknya arca batu dan batu bertatahkan torehan bentuk manusia dan binatang.
Cerita rakyat itu hanya imbuhan karena para pakar arkeologi sejak zaman penjajahan Belanda hingga kini masih terkagum- kagum dan takjub dengan adanya peninggalan budaya masa lampau, konon ditaksir sudah sejak beratus-ratus tahun silam.
Lokasi situs megalitik itu letaknya di alam bumi Pasemah Lahat dan Pagar Alam, sekitar 500-an kilometer dari Palembang, di dataran tinggi antara 750 meter-1.000 meter di kaki Gunung Dempo dari Pegunungan Bukit Barisan dan daerah aliran hulu Sungai Musi dan anak-anak sungainya.
Ahli arkeologi Belanda sejak EP Tombrink (1827), Ulmann (1850), LC Westernenk (1921), Th van der Hoop (1932) dan lainnya sejak dulu berusaha memecahkan misteri ilmiah keberadaan kompleks situs megalitik yang penuh serakan peninggalan arkeologi.
“Van den Hoop tercatat membawa batu bundar ini ke Palembang, sekitar tahun 1930-an tanpa penjelasan rinci,” ujar Drs Nurhadi Rangkuti MSi (49), Kepala Balai Arkeologi Sumatera Bagian Selatan, akhir Februari lalu, saat menjelaskan batu besar berhiasan unik yang kini koleksi Museum Balaputradewa di kota Palembang.
Batu bundar macam telur besar pejal asal Kotoraya di Lahat mencolok sekali tatahan dan goresannya berbentuk gajah dan manusia. Perhatikan hiasan pahatannya, menggambarkan seorang manusia sedang menggapit seekor gajah. Tokoh itu mengenakan tutup kepala macam ketopong, telinganya mengenakan semacam anting dan mengenakan juga kalung leher. Kakinya mengenakan gelang kaki yang diduga berbahan logam. Di punggung manusia itu ada sebentuk nekara, tetapi wajahnya berbibir tebal, hidung pesek dan pendek, mata lonjong dan badannya terkesan bungkuk. Di pinggangnya terdapat senjata tajam, ujar Nurhadi yang mengaku belum pernah mengukur rinci besar dan bobot batu andesit itu.
“Dari ujung belalai sampai ke ekor gajahnya, sekitar 2,7 meter. Di balik relief gajah ini, ada pula bentuk seekor babi bertaring panjang dengan dua tokoh manusia.”
Peninggalan tradisi megalitik itu amat terkenal di dunia kajian arkeologi karena, selain diduga dari masa prasejarah, tradisi batu besar itu pun berlanjut sampai kini. Bentuk peninggalan megalitik lainnya di wilayah Pasemah, selain batu gajah dan beberapa arca besar lainnya yang kini ada di Palembang, di Pagar Alam juga masih banyak peninggalan arkeologi berupa arca batu besar, alat-alat batu, tembikar, bilik batu dan menhir.
Khususnya di situs bilik batu, terdapat lukisan menggambarkan manusia sedang menggamit seekor kerbau dengan warna merah bata, hitam, dan kuning oker. Selain itu, juga ada lukisan aneka bentuk lukisan manusia, binatang, dan burung dengan kombinasi warna merah, kuning, putih, dan hitam.
“Seluruh peninggalan budaya prasejarah itu memberikan informasi bahwa pada masa lampau di daerah hulu Sungai Musi sudah terdapat hunian awal manusia, di daerah tepian sungai pada bidang tanah yang tinggi. Hunian yang lebih sedikit maju ditemukan di daerah kaki Gunung Dempo di sekitar kota Pagar Alam sekarang. Di daerah ini ditemukan banyak sekali arca megalit dan bilik-bilik batu yang berhiaskan lukisan” tulis arkeolog Bambang Budi Utomo.

Legenda Pulau Kemaro, Palembang sumatera selatan

Konon dahulu kala, di Bhumi Sriwijaya memerintahlah seorang raja yang adil dan bijak sana.  Raja ini memiliki seorang puteri yang cantik jelita bernama Siti Fatimah. Banyak pemuda-pemuda tampan dari berbagai penjuru nusantara datang, namun tidak satu pun yang bisa menaklukkan hati puteri Siti Fatimah.
Namun pada suatu hari, datanglah sebuah kapal besar dari negeri Cina, bersama dengan rombongan yang dipimpin seorang pangeran bernama Tam BUn An.
“Hmmm… Haiya…. Ini ternyata kerajaan Sriwijaya yang terkenal itu. Kotanya memang megah, penduduknya ramah-ramah dan makanan pempeknya uenak sekali, ya. Haiya….” Kata sang pangeran.

“Pangeran Tam Bun An mau langsung menemui puteri Siti Fatimah?” Tanya sang nahkoda kapal.
“Iyalah. Aku kan jauh-jauh ke Bhumi Sriwijaya ini karena tertarik kecantikan sang puteri Siti Fatimah, haruslah aku datang menemuinya sesegera mungkin.” Kata pangeran Tam Bun An.
“Ayo, pengawal. Kita langsung ke istana untuk menemui puteri raja. Siapkan barongsai dan musik perkusi yang meriah untuk menarik hatinya.” Kata sang nahkoda kapal.
Lalu rombongan pangeran dari Cina ini masuk ke kota Sriwijaya dengan meriah, di depan ada barongsai singa dengan dua orang pembawa pangeran Tam Bun An dan sang nahkoda. Di belakangnya ada 10 orang pengawal dengan barongsai naganya. Kemudian yang terakhir adalah rombongan 10 orang membawa  serta menabuh gendang dan perkusi lainnya.
Rombongan barongsai ini memainkan musik dan atraksinya tepat di depan istana raja Sriwijaya dan keramaian itu membuat puteri Siti Fatimah tertarik melihatnya.
“Dayang, ada apa gerangan di luar sana? Seperti ada keramaian dan musik yang menarik?” Kata sang puteri.
“Sepertinya ada rombongan penari barongsai tuan puteri. Kabarnya sudah dua hari mereka berlabuh di dermaga dipimpin oleh pangeran tampan dari Cina.” Kata si dayang.
“Oh, aku ingin sekali melihat atraksi mereka dayang. Mari kita ke pintu gerbang!” Dan puteri Siti Fatimah bersama dayang serta beberapa pengawal menonton pertunjukan barongsai itu sambil bertepuk tangan senang sekali.
“Wah, tarian dan gerakan silat serta musik kalian begitu indah sekali, dari manakah gerangan tuan?” Tanya sang puteri.
“Haiya..Saya Tam Bun An dari negeri Cina, ingin sekali bertemu dengan puteri Siti Fatimah yang cantik jelita. Segala musik dan gerak tari serta gerakan kung-fu yang tadi kami peragakan, semuanya untuk dipersembahkan pada sang puteri jelita…Haiya..”
“Oh, terima kasih pangeran tampan. Kalau boleh saya tahu apakah maksud kedatangan pangeran ke mari ?” Tanya sang puteri dengan pipi merona merah.
“Haiya….Saya datang kemari hanya untuk satu tujuan menemui sang puteri Siti Fatimah yang kabarnya seperti bidadari. Ternyata kabar itu benar sekali, saya malahan seperti melihat 7 bidadari dari kahyangan. Haiya…” Sang pangeran merayu, membuat puteri tambah malu-malu. Begitu banyak pangeran di nusantara yang menyatakan rasa suka, namun baru sekali ini hati puteri Siti Fatimah menjadi bergelora oleh rasa cinta.
Seperti sudah ada perasaan kenal lama, keduanya pun saling suka dan dalam 3 kali pertemuan bertekad menyatukan cinta.
Lalu ada bangsawan istana yang pernah ditolak cintanya oleh Siti Fatimah iri hati dan memberitahukan ke raja tentang hal ini. Dia mengatakan bahwa sang pangeran mau membawa puteri pergi ke negeri Cina.
“Cepat panggil pangeran Cina itu menghadapku!” Kata Raja Bhumi Sriwijaya.
“Hamba menghadap raja.” Kata sang pangeran Cina.
“Apa benar kau dan puteriku Siti Fatimah saling mencinta?”
“Benar raja. Hamba benar-benar mencintai puteri raja yang gagah perkasa.”
“Anak muda, adat istiadat kita berbeda dan beta tidak bersedia anakku kau bawa ke negeri Cina!” Kata sang Raja.
“Haiya…Saya sudah belajar adat istiadat sini raja dan saya bersedia tinggal dan bekerja dagang di Bhumi Sriwijaya duhai raja.” Sang pangeran Cina menyanggupi.
“Kalau begitu duduk perkaranya. Baiklah, kau boleh menjadi menantuku dengan syarat, kau memberikan uang mahar sejumlah 9 guci besar berisi emas untuk meminang puteriku.” Kata sang raja.
“Baiklah raja, permintaan raja akan saya sampaikan.”



Lalu pangeran membuat surat yang dititipkan ke merpati pos yang terbang sampai ke istana orang tuanya di negeri Cina.
Ayahanda sang pangeran mengirim surat balik dan menyatakan menyanggupinya.
Lalu bangsawan Cina itu mengirimkan 9 buah guci berisi emas batangan. Akan  tetapi supaya jangan diincar oleh penjahat bajak laut dari Somalia, maka ayah si pangeran memerintahkan, “Masukkan sayur-mayur di bagian paling atas guci-guci itu, supaya para bajak laut Somalia tidak tertarik merampok dan menguasai kapal kita”.
“Perintah dilaksanakan tuan!” Kata si pelayan bangsawan Cina.
Dan 2 bulan kemudian, sampailah kapal beserta 9 guci itu ke Bhumi Sriwijaya. Pangeran dengan bahagia menyampaikan kabar itu pada puteri Siti Fatimah dan ayahandanya.
“Haiya…Sembilan guci kiriman ayahanda sudah datang tuanku Raja. Mari kita ke kapal untuk melihatnya.”
“Mari para pengawal dan puteriku. Kita pergi ke dermaga.” Kata sang raja.
“Haiya…Itu guci ada 9 dan besar-besar sekali. Itu persembahan dari papa dan mama saya tuanku raja..” Si pangeran Tam Bun An pun tertawa senang.
Tetapi saat dia membuka ke 9 guci tersebut, dia melihat isinya hanya sayur-sayuran yang sudah membusuk.
“Ha? Kenapa papa dan mama tega berbuat seperti ini? Papa dan mama berjanji kirimkan 9 guci berisi emas untuk meminang kekasihku Siti Fatimah? Tetapi kenapa dikirimkan sayur-sayuran dalam guci-guci ini? Maaf, saya malu tuanku raja. Biarlah saya buang guci-guci ini ke Sungai Musi. Papa dan mama jahat sekali dengan aku anaknya”
“Sudahlah, kakanda. Janganlah berburuk sangka dengan ayahanda di Cina sana. Mungkin saja ada orang lain yang jahat menukar isinya dengan sayur-sayuran. Jangan marah dengan orang tua kakanda.” Kata sang puteri menyabarkannya.
“Tidak bisa! Ini benar-benar kelewatan. Saya benci pada papa dan mama saya. Saya buang saja guci-guci bersayur busuk itu!” Sang pangeran pun melempar guci-guci yang berat itu ke sungai.
Satu! Dua! Tiga!4,5,6,7,8…….Dan Saat guci ke-9 dia angkat, pangeran Tam Bun An sudah kecapaian. Lalu guci terlepas dan pecah di lantai kapal.
“Olala…..Tampaklah diantara pecahan guci itu emas batangan yang berkilauan.
“Ha? Emas batangan?”
“Iya, kakanda, ternyata benar papa dan mama kakanda mengirimkan emas-emas batangan di guci-guci lainnya juga. Sayur-sayuran tadi hanya untuk mengelabui saja kakanda.” Kata puteri Siti Fatimah.
“Ya, sudahlah pangeran. Saya percaya akan niat baik orang tuamu. Biarlah saja guci-guci yang sudah jatuh ke Sungai Musi itu. Tanpa itu semua kau masih kuijinkan menikahi puteriku.” Kata Raja.
“Tidak tuanku Raja. Saya menyesal telah berburuk sangka dengan papa dan mama di Cina. Saya telah durhaka memarahi mereka. Biarlah saya mengambil kembali semua emas-emas yang saya buang ke sungai itu. Tunggu aku adinda.” Dan walaupun sudah berusaha dicegah oleh puteri dan pengawal istana pangeran Tam Bun An tetap terjun ke Sungai Musi.
Satu jam, dua jam, setengah hari pangeran Tam Bun An tidak muncul-muncul lagi.
“Kanda, saya sangat mencintai kakanda. Saya akan menyusul kakanda mencari emas itu. Bila saya tidak kembali dan muncul endapan tanah di tengah sungai ini, anggaplah itu tempat kami berdua memadu janji.” Lalu tanpa diduga si puteri pun melompat ke Sungai Musi dan tidak muncul-muncul lagi.
Bertahun-tahun kemudian, lambat laun muncullah endapan tanah di tempat kedua kekasih itu terjun di tengah Sungai Musi.
Di sana dibuatkan oleh penduduk setempat sebuah kelenteng dan sebuah mesjid tempat sembahyang yang berdampingan.
Setiap perayaan Cap Go Meh pulau itu ramai dikunjungi warga Palembang.
Nah, adik-adik, dari cerita ini dapat diambil pelajaran adalah: Jangan sekali-sekali menganggap jelek pemberian orang tua kepada kita dengan marah-marah dan mencaci makinya. Mungkin saja menurut kalian pemberian atau didikannya tidak cocok dengan yang kau inginkan. Akan tetapi pasti ada nilai kebaikan di dalamnya yang walaupun tidak langsung terlihat manfaatnya saat ini, tetapi akan tampak bersinar terang-benderang pada waktunya nanti.
Ingatlah! Semua orang tua yang baik pasti akan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua,
    Sengaja ingin menulis sedikit kesaksian untuk berbagi,
    barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan
    Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa Tumbal karena
    usaha saya bangkrut dan saya menanggung
    hutang sebesar 750juta saya sters hamper bunuh diri tidak tau harus bagaimana
    agar bisa melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan kyai ronggo, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari saya
    berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI RONGGO KUSUMO kata
    Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan penarikan uang gaib
    3Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti dan hanya 1 hari
    Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 3M yang saya minta benar benar ada
    di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya buat modal usaha. sekarang
    rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada. Maka dari itu, setiap kali ada teman
    saya yang mengeluhkan nasibnya, saya sering menyarankan untuk menghubungi kyai
    ronggo kusumo di 082349356043 situsnya www.ronggo-kusumo.blogspot.com agar di
    berikan arahan. Toh tidak langsung datang ke jawa timur, saya sendiri dulu
    hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sama baik, jika ingin
    seperti saya coba hubungi kyai ronggo kusumo pasti akan di bantu

    BalasHapus