Komisi
Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk untuk mengawasi perilaku hakim
dan mengusulkan nama calon hakim agung.
Tujuan Komisi Yudisial
Berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan oleh A. Ahsin Thohari, seperti ditulis dalam
buku Komisi Yudisial & Reformasi Peradilan (Jakarta: ELSAM, 2004),
di bebarapa negara Komisi Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satu atau
lebih dari lima hal sebagai berikut:
- Lemahnya monitoring secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan secara internal saja.
- Tidak adanya lembaga yang menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) –dalam hal ini Departemen Kehakiman– dan kekuasaan kehakiman (judicial power).
- Kekuasaan kehakiman dianggap tidak mempunyai efisiensi dan efektivitas yang memadai dalam menjalankan tugasnya apabila masih disibukkan dengan persoalanpersoalan teknis non-hukum.
- Tidak adanya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan kurang memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus.
- Pola rekruitmen hakim selama ini dianggap terlalu bias dengan masalah politik, karena lembaga yang mengusulkan dan merekrutnya adalah lembaga-lembaga politik, yaitu presiden atau parlemen.
Masih
menurut A. Ahsin Thohari, tujuan pembentukan Komisi Yudisial adalah:
- Melakukan monitoring yang intensif terhadap lembaga peradilan dengan cara melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal saja. Monitoring secara internal dikhawatirkanmenimbulkan semangat korps (l’esprit de corps), sehingga objektivitasnya sangat diragukan.
- Menjadi perantara (mediator) antara lembaga peradilan dengan Departemen Kehakiman. Dengan demikian, lembaga peradilan tidak perlu lagi mengurus persoalan-persoalan teknis non-hukum, karena semuanya telah ditangani oleh Komisi Yudisial. Sebelumnya, lembaga peradilan harus melakukan sendiri hubungan tersebut, sehingga hal ini mengakibatkan adanya hubungan pertanggungjawaban dari lembaga peradilan kepada Departemen Kehakiman. Hubungan pertanggungjawaban ini menempatkan lembaga peradilan sebagai subordinasi Departemen Kehakiman yang membahayakan independensinya.
- Meningkatkan efisiensi dan efektivitas lembaga peradilan dalam banyak aspek, karena tidak lagi disibukkan dengan hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan aspek hukum seperti rekruitmen dan monitoring hakim serta pengelolaan keuangan lembaga peradilan. Dengan demikian, lembaga peradilan dapat lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kemampuan intelektualitasnya yang diperlukan untuk memutus suatu perkara.
- Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen. Di sini diharapkan inkonsistensi putusan lembaga peradilan tidak terjadi lagi, karena setiap putusan akan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari Komisi Yudisial. Dengan demikian, putusan-putusan yang dianggap kontroversial dan mencederai rasa keadilan masyarakat dapat diminimalisasi kalau bukan dieliminasi.
- Meminimalisasi terjadinya politisasi terhadap rekruitmen hakim, karena lembaga yang mengusulkan adalah lembaga hukum yang bersifat mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan lain, bukan lembaga politik lagi, sehingga diidealkan kepentingan-kepentingan politik tidak lagi ikut menentukan rekrutmen hakim yang ada.
Wewenang Komisi Yudisial
1. Mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk
mendapatkan persetujuan;
2. Menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
3. Menetapkan
Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah
Agung;
4. Menjaga
dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH);
Visi
Komisi Yudisial dinyatakan sebagai berikut:
Terwujudnya
penyelenggara kekuasaan kehakiman yang jujur, bersih, transparan, dan
profesional.
Pernyataan
MISI adalah komitmen, tindakan, dan semangat sehari-hari seluruh sumber daya
manusia di Komisi Yudisial yang diarahkan untuk mencapai VISI Komisi Yudisial.
Misi
Komisi Yudisial dinyatakan sebagai berikut:
Menyiapkan
calon hakim agung yang berakhlak mulia, jujur, berani dan kompeten.
Mendorong
pengembangan sumber daya hakim menjadi insan yang mengabdi dan menegakkan hukum
dan keadilan.
Melaksanakan
pengawasan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang efektif, terbuka dan dapat
dipercaya.
Tugas Komisi Yudisial:
1.
Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung
Komisi
Yudisial mempunyai tugas:
a. Melakukan
pendaftaran calon Hakim Agung;
b. Melakukan
seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c. Menetapkan
calon Hakim Agung; dan
d. Mengajukan
calon Hakim Agung ke DPR.
2.
Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta Perilaku Hakim
Komisi
Yudisial mempunyai tugas:
a.
Menerima laporan pengaduan masyarakat tentang perilaku hakim,
b. Melakukan
pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim, dan
c. Membuat
laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah
Agung dan tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Pertanggungjawaban
dan Laporan
Komisi
Yudisial bertanggungjawab kepada publik melalui DPR, dengan cara menerbitkan
laporan tahunan dan membuka akses informasi secara lengkap dan akurat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar