Musim gugur di Tokyo hampir
berlalu dan kini hanya meninggalkan sisa-sisa daun keemasan di setiap ranting
pohon. Angin bertiup agak kencang malam ini, mempercepat lepasnya helaian daun
dari tangkainya. Nicko El-Raizi menatap nanar langit di hadapannya. Tubuhnya
seolah-olah mati rasa walau udara dingin malam itu menyelimutinya. Pikirannya berantakan,
seperti benang kusut yang tak ada ujungnya. Hatinya gelisah mencari jalan
keluar dari setiap masalah yang sedang menimpanya. Hasil ujiannya pada beberapa
mata pelajaran di semester ini di bawah nilai standar, menyebabkan El harus
memperbaiki nilai-nilainya.
Di
sisi lain, ia kehabisan akal untuk menghubungi Rizu. Segala macam cara telah ia
coba, tetapi tetap saja nihil. Perempuan indo-korea itu tidak terdengar
kabarnya hampir tiga bulan lamanya. Membuat perasaannya semakin bertambah
gelisah. Ia khawatir terjadi sesuatu terhadap gadis itu.
“Tidak
biasanya” gumamnya di tengah keheningan.
Setelah
lama berdiam diri di balkon kamar apartemennya, El memutuskan masuk dan
bergegas memulai belajarnya. Pikirannya pun masih belum beranjak pada sosok
Rizuta Keiko. Gadis yang disukainya sejak ia masih duduk di bangku sekolah
dasar. Gadis yang mempunyai sepasang mata coklat sipit yang teduh dan wajah cantik
dengan kulit putih pucat. Gadis yang sangat ia sayangi. Ia selalu ingin
menjaganya, dan terus berada di sampingnya.
Tetapi
semua itu berubah ketika ia mendapat tawaran beasiswa di salah satu perguruan
tinggi terbaik di Tokyo. Walau ia dari kalangan keluarga yang cukup mampu,
tetapi ia punya tekat meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dengan
hasil usahanya sendiri.
Awalnya
ia bimbang dalam mengambil keputusan, walau meneruskan pendidikan di tempat itu
merupakan salah-satu impiannya. Seluruh keluarganya juga memaksa agar ia
mengambil tawaran beasiswa itu, terutama ayahnya. Tetapi sebagian dari hatinya
enggan melepaskan Rizu begitu saja. Sampai akhirnya Rizu membujuknya agar ia
mau menerima tawaran beasiswa itu.
Sebelum
keberangkatannya ke Tokyo, ia pernah berjanji kepada gadis itu bahwa ia akan selalu
menyayanginya dan kembali secepatnya untuk Rizu. Dan Rizu pun berjanji untuk
selalu menunggunya sampai El kembali setelah menyelesaikan pendidikannya di
Tokyo.
Waktu
terus berjalan, malam pun semakin larut. El masih duduk di depan meja
belajarnya sambil sibuk membolak-balik buku pelajaran yang di pegangnya. Tetapi
dari semua pelajaran yang ia pelajari malam ini, tidak satu pun yang mampu di
cerna oleh otaknya.
“Aaaggghhh…”
erangnya kesal. “Kenapa sih pikiran gue malam ini? Ga bisa di ajak kompromi
banget. Kalo gini terus, remed gue besok bisa ancur lagi. Shit!” makinya. “Gue
ga boleh nyerah, pokoknya gue harus bisa. Bisa bisa bisa.” Ucapnya menyemangati
diri sendiri.
Di
ambilnya kembali buku yang tadi sempat ia baca dan mulai mempelajarinya dengan
serius. Tidak lama kemudian El pun terlarut dengan buku yang di pegangnya.
***
Dering
telpon terus berbunyi. Memaksa sang pemilik segera bangun dan menjawab
panggilan seseorang dari tempat berbeda. El mencari-cari benda yang berhasil
mengusik tidurnya itu dengan mata yang masih terpejam.
“Heyy…
apa kau tau sekarang pukul berapa? Seperempat jam lagi kelas akan segera di
mulai.” Cecar Kato salah satu teman dekatnya ketika El baru mengangkat telpon
darinya.
Mendengar
perkataan temannya dari ujung telpon sana, El langsung bangkit dari tidurnya.
Matanya yang semula masih tertutup langsung terbuka lebar dan kantuknya seakan hilang entah kemana. El segera
mencuci muka dan menyikat gigi secepatnya. Telpon dari temannya tadi langsung
ia putuskan tanpa mendengar perkataan selanjutnya yang akan keluar dari mulut
temannya itu. Dengan kilat ia memasukkan buku-bukunya ke dalam tas kemudian meluncur
pergi meninggalkan apartemennya.
“El-san”
panggil Kato ketika El sampai 2 menit sebelum pelajaran di mulai. El selalu
ingin tersenyum ketika teman-temannya yang asli jepang memanggil namanya.
Kedengarannya sedikit aneh di telinga. Mereka tidak bisa dengan jelas
menyebutkan namanya apalagi menuliskan dengan tulisan kanji karena huruf L
tidak ada dalam vocal jepang.
“kenapa
kau memutuskan panggilan telponku tadi? Aku belum selesai bicara. Tidak sopan
sekali kau.” Omel Kato setelah berhasil menyamai langkah El.
“Gomennasai*
Kato-san, aku buru-buru agar bisa mengikuti ujian ulang.” Ucap El memberi
alasan. Ia berjalan dengan tergesa ke kelasnya dan Kato masih mengekor di
belakangnya.
“Hey,
tunggu El-san. Ada apa dengan wajahmu? Seperti mayat hidup saja” kata Kato
memperhatikan wajah temannya itu. Bibir pucat dengan garis hitam melingkar di
kelopak matanya. “Apa kau baik-baik saja?” tanyanya penasaran. Kato berjalan
mendului dan membalikan badannya untuk menghalangi langkah El yang tidak mau
berhenti.
“Hmm…
hanya kurang tidur. Tenanglah, aku akan baik-baik saja.” Jawabnya santai sambil
tersenyum. Semalam ia melanjutkan belajarnya sampai larut, ia baru tertidur
ketika jam menunjukan angka 03.30 dini hari. Tidur selama dua setengah jam
cukup untuk mengisi kembali energinya. “Sepertinya” tambahnya dengan suara yang
tidak terlalu jelas.
“Kau
yakin?” Tanya Kato lagi masih kurang puas dengan jawaban yang diberikan El.
Sambil
sedikit berpikir. “Tentu” jawabnya lagi sambil menaikan kedua bahunya dan
tersenyum kembali. “Gomennasai Kato-san aku harus buru-buru agar tidak tertinggal
ujian ulang pertamaku, See you” ucapnya seraya meninggalkan Kato yang masih
berdiri di tempat semula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar