Minggu, 02 September 2012



Musim gugur di Tokyo hampir berlalu dan kini hanya meninggalkan sisa-sisa daun keemasan di setiap ranting pohon. Angin bertiup agak kencang malam ini, mempercepat lepasnya helaian daun dari tangkainya. Nicko El-Raizi menatap nanar langit di hadapannya. Tubuhnya seolah-olah mati rasa walau udara dingin malam itu menyelimutinya. Pikirannya berantakan, seperti benang kusut yang tak ada ujungnya. Hatinya gelisah mencari jalan keluar dari setiap masalah yang sedang menimpanya. Hasil ujiannya pada beberapa mata pelajaran di semester ini di bawah nilai standar, menyebabkan El harus memperbaiki nilai-nilainya.
Di sisi lain, ia kehabisan akal untuk menghubungi Rizu. Segala macam cara telah ia coba, tetapi tetap saja nihil. Perempuan indo-korea itu tidak terdengar kabarnya hampir tiga bulan lamanya. Membuat perasaannya semakin bertambah gelisah. Ia khawatir terjadi sesuatu terhadap gadis itu.
“Tidak biasanya” gumamnya di tengah keheningan.
Setelah lama berdiam diri di balkon kamar apartemennya, El memutuskan masuk dan bergegas memulai belajarnya. Pikirannya pun masih belum beranjak pada sosok Rizuta Keiko. Gadis yang disukainya sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Gadis yang mempunyai sepasang mata coklat sipit yang teduh dan wajah cantik dengan kulit putih pucat. Gadis yang sangat ia sayangi. Ia selalu ingin menjaganya, dan terus berada di sampingnya.
Tetapi semua itu berubah ketika ia mendapat tawaran beasiswa di salah satu perguruan tinggi terbaik di Tokyo. Walau ia dari kalangan keluarga yang cukup mampu, tetapi ia punya tekat meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dengan hasil usahanya sendiri.
Awalnya ia bimbang dalam mengambil keputusan, walau meneruskan pendidikan di tempat itu merupakan salah-satu impiannya. Seluruh keluarganya juga memaksa agar ia mengambil tawaran beasiswa itu, terutama ayahnya. Tetapi sebagian dari hatinya enggan melepaskan Rizu begitu saja. Sampai akhirnya Rizu membujuknya agar ia mau menerima tawaran beasiswa itu.
Sebelum keberangkatannya ke Tokyo, ia pernah berjanji kepada gadis itu bahwa ia akan selalu menyayanginya dan kembali secepatnya untuk Rizu. Dan Rizu pun berjanji untuk selalu menunggunya sampai El kembali setelah menyelesaikan pendidikannya di Tokyo.
Waktu terus berjalan, malam pun semakin larut. El masih duduk di depan meja belajarnya sambil sibuk membolak-balik buku pelajaran yang di pegangnya. Tetapi dari semua pelajaran yang ia pelajari malam ini, tidak satu pun yang mampu di cerna oleh otaknya.
“Aaaggghhh…” erangnya kesal. “Kenapa sih pikiran gue malam ini? Ga bisa di ajak kompromi banget. Kalo gini terus, remed gue besok bisa ancur lagi. Shit!” makinya. “Gue ga boleh nyerah, pokoknya gue harus bisa. Bisa bisa bisa.” Ucapnya menyemangati diri sendiri.
Di ambilnya kembali buku yang tadi sempat ia baca dan mulai mempelajarinya dengan serius. Tidak lama kemudian El pun terlarut dengan buku yang di pegangnya.
***
Dering telpon terus berbunyi. Memaksa sang pemilik segera bangun dan menjawab panggilan seseorang dari tempat berbeda. El mencari-cari benda yang berhasil mengusik tidurnya itu dengan mata yang masih terpejam.
“Heyy… apa kau tau sekarang pukul berapa? Seperempat jam lagi kelas akan segera di mulai.” Cecar Kato salah satu teman dekatnya ketika El baru mengangkat telpon darinya.
Mendengar perkataan temannya dari ujung telpon sana, El langsung bangkit dari tidurnya. Matanya yang semula masih tertutup langsung terbuka lebar  dan kantuknya seakan hilang entah kemana. El segera mencuci muka dan menyikat gigi secepatnya. Telpon dari temannya tadi langsung ia putuskan tanpa mendengar perkataan selanjutnya yang akan keluar dari mulut temannya itu. Dengan kilat ia memasukkan buku-bukunya ke dalam tas kemudian meluncur pergi meninggalkan apartemennya.
“El-san” panggil Kato ketika El sampai 2 menit sebelum pelajaran di mulai. El selalu ingin tersenyum ketika teman-temannya yang asli jepang memanggil namanya. Kedengarannya sedikit aneh di telinga. Mereka tidak bisa dengan jelas menyebutkan namanya apalagi menuliskan dengan tulisan kanji karena huruf L tidak ada dalam vocal jepang.
“kenapa kau memutuskan panggilan telponku tadi? Aku belum selesai bicara. Tidak sopan sekali kau.” Omel Kato setelah berhasil menyamai langkah El.
“Gomennasai* Kato-san, aku buru-buru agar bisa mengikuti ujian ulang.” Ucap El memberi alasan. Ia berjalan dengan tergesa ke kelasnya dan Kato masih mengekor di belakangnya.
“Hey, tunggu El-san. Ada apa dengan wajahmu? Seperti mayat hidup saja” kata Kato memperhatikan wajah temannya itu. Bibir pucat dengan garis hitam melingkar di kelopak matanya. “Apa kau baik-baik saja?” tanyanya penasaran. Kato berjalan mendului dan membalikan badannya untuk menghalangi langkah El yang tidak mau berhenti.
“Hmm… hanya kurang tidur. Tenanglah, aku akan baik-baik saja.” Jawabnya santai sambil tersenyum. Semalam ia melanjutkan belajarnya sampai larut, ia baru tertidur ketika jam menunjukan angka 03.30 dini hari. Tidur selama dua setengah jam cukup untuk mengisi kembali energinya. “Sepertinya” tambahnya dengan suara yang tidak terlalu jelas.
“Kau yakin?” Tanya Kato lagi masih kurang puas dengan jawaban yang diberikan El.
Sambil sedikit berpikir. “Tentu” jawabnya lagi sambil menaikan kedua bahunya dan tersenyum kembali. “Gomennasai Kato-san aku harus buru-buru agar tidak tertinggal ujian ulang pertamaku, See you” ucapnya seraya meninggalkan Kato yang masih berdiri di tempat semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar