Walisongo Periode Pertama
Pada
waktu Mehmed I Celeby memerintah kerajaan Turki, beliau menanyakan perkembangan agama Islam kepada para
pedagang dari Gujarat. Dari mereka Sultan mendapat kabar berita bahwa di Pulau
Jawa ada dua kerajaan Hindu yaitu Majapahit dan Pajajaran.
Di antara rakyatnya ada yang beragama Islam tapi hanya terbatas pada keluarga
pedagang Gujarat yang kawin dengan para penduduk pribumi yaitu di kota-kota
pelabuhan.
Sang
Sultan kemudian mengirim surat kepada pembesar Islam di Afrika
Utara dan Timur
Tengah. Isinya meminta para ulama yang
mempunyai karomah untuk dikirim ke pulau Jawa. Maka terkumpullah sembilan ulama
berilmu tinggi serta memiliki karomah. Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555
yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan majelis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo,
sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat
yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik
dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid.
Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh
tokoh lainnya. Pada tahun 808 Hijrah atau 1404 Masehi para ulama itu berangkat
ke Pulau Jawa. Mereka adalah:
- Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, berasal dari Turki ahli mengatur negara. Berdakwah di Jawa bagian timur. Wafat di Gresik pada tahun 1419 M. Makamnya terletak satu kilometer dari sebelah utara pabrik Semen Gresik.
- Maulana Ishaq berasal dari Samarkand dekat Bukhara-uzbekistan/Rusia. Beliau ahli pengobatan. Setelah tugasnya di Jawa selesai Maulana Ishak pindah ke Samudra Pasai dan wafat di sana.
- Syekh Jumadil Qubro, berasal dari Mesir. Beliau berdakwah keliling. Makamnya di Troloyo Trowulan, Mojokerto Jawa Timur.
- Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko, beliau berdakwah keliling. Wafat tahun 1465 M. Makamnya di Jatinom Klaten, Jawa Tengah.
- Maulana Malik Isroil berasal dari Turki, ahli mengatur negara. Wafat tahun 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
- Maulana Muhammad Ali Akbar, berasal dari Persia Iran. Ahli pengobatan. Wafat 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
- Maulana Hasanuddin berasal dari Palestina Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
- Maulana Alayuddin berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
- Syekh Subakir, berasal dari Persia, ahli menumbali (metode rukyah) tanah angker yang dihuni jin-jin jahat tukang menyesatkan manusia. Setelah para Jin tadi menyingkir dan lalu tanah yang telah netral dijadikan pesantren. Setelah banyak tempat yang ditumbali (dengan Rajah Asma Suci) maka Syekh Subakir kembali ke Persia pada tahun 1462 M dan wafat di sana. Salah seorang pengikut atau sahabat Syekh Subakir tersebut ada di sebelah utara Pemandian Blitar, Jawa Timur. Disana ada peninggalan Syekh Subakir berupa sajadah yang terbuat dari batu kuno.
Walisongo Periode Kedua
Pada
periode kedua ini masuklah tiga orang wali menggantikan tiga wali yang wafat.
Ketiganya adalah:
- Raden Ahmad Ali Rahmatullah, datang ke Jawa pada tahun 1421 M menggantikan Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M. Raden Rahmat atau Sunan Ampel berasal dari Champa, Muangthai Selatan (Thailand Selatan).
- Sayyid Ja’far Shodiq berasal dari Palestina, datang di Jawa tahun 1436 menggantikan Malik Isro’il yang wafat pada tahun 1435 M. Beliau tinggal di Kudus sehingga dikenal dengan Sunan Kudus.
- Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, berasal dari Palestina. Datang di Jawa pada tahun 1436 M. Menggantikan Maulana Ali Akbar yang wafat tahun 1435 M. Sidang walisongo yang kedua ini diadakan di Ampel Surabaya.
Para
wali kemudian membagi tugas. Sunan Ampel, Maulana Ishaq dan Maulana Jumadil
Kubro bertugas di Jawa Timur. Sunan Kudus, Syekh Subakir dan Maulana
Al-Maghrobi bertugas di Jawa Tengah. Syarif Hidayatullah, Maulana Hasanuddin
dan Maulana Aliyuddin di Jawa Barat. Dengan adanya pembagian tugas ini maka
masing-masing wali telah mempunyai wilayah dakwah sendiri-sendiri, mereka
bertugas sesuai keahlian masing-masing.
Walisongo Periode Ketiga
Pada
tahun 1463 M. Masuklah menjadi anggota Walisongo yaitu:
- Sunan Giri kelahiran Blambangan Jawa Timur. Putra dari Syekh Maulana Ishak dengan putri Kerajaan Blambangan bernama Dewi Sekardadu atau Dewi Kasiyan. Raden Paku ini menggantikan kedudukan ayahnya yang telah pindah ke negeri Pasai. Karena Raden Paku tinggal di Giri maka beliau lebih terkenal dengan sebutan Sunan Giri. Makamnya terletak di Gresik Jawa Timur.
- Raden Said, atau Sunan Kalijaga, kelahiran Tuban Jawa Timur. Beliau adalah putra Adipati Wilatikta yang berkedudukan di Tuban. Sunan Kalijaga menggantikan Syekh Subakir yang kembali ke Persia.
- Raden Makdum Ibrahim, atau Sunan Bonang, lahir di Ampel Surabaya. Beliau adalah putra Sunan Ampel, Sunan Bonang menggantikan kedudukan Maulana Hasanuddin yang wafat pada tahun 1462. Sidang Walisongo yang ketiga ini juga berlangsung di Ampel Surabaya.
Walisongo Periode Keempat
Pada
tahun 1466 diangkat dua wali menggantikan dua yang telah wafat yaitu Maulana
Ahmad Jumadil Kubro dan Maulana Muhammad Maghrobi. Dua wali yang
menggantikannya ialah:
Raden
Patah adalah murid Sunan Ampel, beliau
adalah putra Raja Brawijaya Majapahit. Beliau diangkat sebagai Adipati Bintoro
pada tahun 1462 M. Kemudian membangun Masjid Demak pada tahun 1465 dan
dinobatkan sebagai Raja atau Sultan Demak pada tahun 1468.Setelah itu Fathullah Khan, putra Sunan Gunungjati, beliau dipilih sebagai anggota
Walisongo menggantikan ayahnya yang telah berusia lanjut.
Walisongo Periode Kelima
Dapat
disimpulkan bahwa dalam periode ini masuk Sunan
Muria atau Raden Umar Said-putra Sunan Kalijaga menggantikan wali yang wafat.
Konon
Syekh Siti Jenar
atau Syekh Lemah Abang itu adalah salah satu anggota Walisongo, namun karena Siti
Jenar di kemudian hari mengajarkan ajaran yang menimbulkan keresahan umat dan
mengabaikan syariat agama maka Siti Jenar dihukum mati. Selanjutnya kedudukan
Siti Jenar digantikan oleh Sunan Bayat – bekas Adipati Semarang (Ki Pandanarang)
yang telah menjadi murid Sunan Kalijaga.
Walisongo
atau Walisanga dikenal sebagai
penyebar agama Islam di tanah Jawa
pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau
Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa
Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era
Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha
dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia,
khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan
mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga
pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Arti Walisongo
Ada
beberapa pendapat mengenai arti Walisongo.
Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada
sembilan, atau sanga dalam bahasa
Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa
kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa
Arab berarti mulia. Pendapat lainnya
lagi menyebut kata sana berasal
dari bahasa Jawa,
yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.
Dari
nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal
sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
|
|
|
Para
Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.
Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru
masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan,
kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
1.
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi
Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau
Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo . Nasab As-Sayyid Maulana
Malik Ibrahim Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid
Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam
Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam
Catatan itu tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat
Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin
As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil
Faqih bin As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid
Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad
bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad
Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah
Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah
Ia
diperkirakan lahir di Samarkand
di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad
Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya
Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy.[2] Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal.
Isteri
Maulana Malik Ibrahim
Maulana
Malik Ibrahim memiliki, 3 isteri bernama: 1. Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam
Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1), memiliki 2 anak, bernama:
Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah 2. Siti Maryam binti Syaikh Subakir,
memiliki 4 anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad 3. Wan
Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu:
Abbas dan Yusuf. Selanjutnya Sharifah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim
dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha [Sunan Santri/ Raden Santri] dan
melahirkan dua putera yaitu Haji Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan
Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung) berputera Sayyid
Ja’far Shadiq [Sunan Kudus].
Maulana
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di
Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat
kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan
Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda
krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama
di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di
desa Gapura Wetan, Gresik,
Jawa
Timur.
2.
Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Sunan
Ampel bernama asli Raden Rahmat,
keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad,
menurut riwayat ia adalah putra Ibrahim
Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir
Dari Dinasti Ming. Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin Sayyid
Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad
Jalaluddin bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi
Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam bin
Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin
Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ali
Al-Uraidhi bin Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali
Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi
Muhammad Rasulullah. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para
wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam
tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng
Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi
Karimah binti Ki Kembang Kuning. Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati
alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti
Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah.
Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera:
Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin
(Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan
Ampel teletak di dekat Masjid
Ampel, Surabaya.
3.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Sunan
Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan
merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan
Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak
berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama
Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo
Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang,
yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden
menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku
Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun
mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun
1525.
4.
Sunan Drajat
Sunan
Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan
merupakan keturunan ke-23 dari Nabi
Muhammad. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan
Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak
berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja
keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama
Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah
perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat
Pangkur disebutkan sebagai
ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan
Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.
5.
Sunan Kudus
Sunan
Kudus adalah putra Sunan
Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan
Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai
Ageng Melaka binti Sunan Ampel. Sunan
Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi
Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin
Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin
Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih
bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi
bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin
Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin
Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang
wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan
Demak, yaitu sebagai panglima perang,
penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak
berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi
muridnya, ialah Sunan Prawoto
penguasa Demak, dan Arya
Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu
peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya
bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun
1550.
6.
Sunan Giri
Sunan
Giri adalah putra Maulana
Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-23
dari Nabi Muhammad,
merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia
mendirikan pemerintahan mandiri di Giri
Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di
wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu
keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama
Islam ke wilayah Lombok dan Bima.
7.
Sunan Kalijaga
Sunan
Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang
bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur
(Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan
kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang
kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir
dan Gundul-Gundul Pacul umumnya
dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan
menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana
Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab
binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri.
8.
Sunan
Muria (Raden Umar Said)
Sunan
Muria atau Raden Umar Said adalah putra
Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama
Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri
Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus.
9.
Sunan
Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah
Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak
ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat
dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan
agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
Tokoh pendahulu Walisongo
1.
Syekh
Jumadil Qubro
Syekh Jumadil Qubro
adalah Maulana Ahmad Jumadil Kubra bin Husain Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin
bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib
Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin
Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah
Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Syekh Jumadil Qubro
adalah putra Husain Jamaluddin dari isterinya yang bernama Puteri Selindung
Bulan (Putri Saadong II/ Putri Kelantan Tua). Tokoh ini sering disebutkan dalam
berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran
Islam di tanah Jawa.
Makamnya
terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo
(dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul
merupakan kuburnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar