Kata “salam” berasal dari kata “at-taslim” (التَّسْلِيْم). Kata ini semakna dengan kata “as-salaf” (السَّلَف) [lihat lebih lanjut kitab Min Fiqhi Al-Mu’amalat, hlm. 148, karya Syekh Shalih Al-Fauzan; Syarhu Al-Mumti’, 9:48, karya Syekh Ibnu Utsaimin; Master Textbook of Fiqh Al-Mu’amalat, hlm. 225, Program S2 MEDIU; Al-Fiqh Al-Muyassar, hlm. 92], yang mengandung pengertian 'memberikan sesuatu dengan mengharapkan hasil di kemudian hari'. Pengertian ini terkandung juga dalam firman Allah Ta'ala,
كُلُوا
وَاشْرَبُوا هَنِيئاً بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
“(Kepada mereka dikatakan), 'Makan dan minumlah dengan sedap, disebabkan
amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.'” (QS.
Al-Haqqah: 24).Sedangkan, para ulama mendefinisikan “jual beli salam” dengan ungkapan 'jual beli barang yang disifati (dengan kriteria tertentu/ spesifikasi tertentu), dalam tanggungan (penjual), dengan pembayaran kontan di majelis akad' (lihat kitab Min Fiqhi Al-Mu’amalat, hlm. 148, karya Syekh Shalih Al-Fauzan). Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa “jual beli salam” adalah 'akad pemesanan suatu barang yang memiliki kriteria yang telah disepakati, dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan'.
jadi,
Jual Beli Salam
adalah jual beli sesuatu dengan ciri-ciri tertentu yang akan diserahkan padawaktu tertentu. Misalnya, seorang muslim membeli barang
dengan ciri-ciri tertentu misalnyamakanan atau hewan dsb. Yang akan diterimanya
pada waktu tertentu, ia bayar harganya danmenunggu waktu yang telah disepakati
untuk menerima barangnya. Jika waktunya telah tiba, penjual menyerahkan
barang tersebut kepadanya.
B. Hukum
Salam
diperbolehkan karena termasuk jual beli. Rasulullah bersabda,
“Barangsiapamelakukan salam pada sesuatu hendaklah ia melakukan salam
dalam takaran tertentu, danwaktu tertentu”
(HR. Muslim).Abdullah bin Abbas
berkata,
“Ketika
Rasulullah tiba di Madinah, orang-orang Madinahmelakukan salam pada buah-buahan
selama setahun atau 2 atau 3 tahun dan beliau tidak mengingkarinya”
(Muttafaq ‘alaih)
Menurut fuqaha Hanafiyah, rukun Salam
itu hanya ijab dan qabul. Sedangkan menurut fuqaha lainnya, rukun Salam itu
ada empat, yaitu:
1. Pihak-pihak yang berakad, yaitu muslam
(pembeli/pemesan) dan muslam ilayhi (penjual/pemasok)
2.
Barang
yang dipesan (muslam fihi)
3.
Modal
atau uang
4.
Sighat
akad (ijab dan qabul)
Syarat
sahnya akad salam adalah sebagai berikut:
1.
Pihak-pihak
yang berakad disyaratkan dewasa, berakal, dan baligh.
2.
Barang
yang dijadikan obyek akad disyaratkan jelas jenis, cirri-ciri, dan ukurannya.
Syarat-Syarat Salam
- Uangnya hendaklah dibayar di tempat akad. Berarti pembayaran dilakukan lebih dulu.
- Barangnya menjadi utang bagi si penjual
- Barangnya dapat diberikan sesuai waktu yang dijanjikan. Berarti pada waktu yang dijanjikan, barang itu harus sudah ada. Oleh sebab itu, men-salam buah-buahan yang waktunya ditentukan bukan pada musimnya hukumnya tidak sah.
- Barang tersebut hendaklah jelas ukuran, baik takaran, timbangan, ukuran, ataupun bilangannya, menurut kebiasan cara menjual barang semacam itu.
- Diketahui dan disebutkan sifat-sifat barangnya. Dengan sifat ini berarti harga dan kemauan orang pada barang tersebut dapat berbeda. Sifat-sifat ini hendaknya jelas, sehingga tidak ada keraguan yang akan mengakibatkan perselisihan nanti antara kedua belah pihak (si penjual dan si pembeli). Begitu juga macamnya, harus pula disebutkan, misalnya daging kambing, daging sapi, atau daging kerbau
-
Fatwa DSN tentang Salam· Fatwa 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar